Catatan : Kabupaten Tana Tidung, Daerah Otonom ke-14 di Kalimantan Timur
Jumlah kabupaten/kota di
Indonesia dipastikan akan bertambah menjadi 459 daerah. Penambahan
tersebut terjadi menyusul disahkannya pembentukan 8 kabupaten/kota baru
oleh Komisi II DPR RI. Satu dari delapan daerah tersebut adalah
Kabupaten Tana Tidung yang merupakan “pemberian” 3 kecamatan – Sesayap,
Sesayap Ilir, dan Tana Lia– milik Kabupaten Bulungan. Dengan begitu,
nantinya Tana Tidung menjadi kabupaten/kota ke-14 di Propinsi Kalimantan
Timur setelah Kabupaten Penajam Paser Utara yang diresmikan tahun 2002.
Selain Tana Tidung,
kabupaten lain yang disahkan lewat sidang paripurna DPR adalah;
Kabupaten Padang Lawas (Sumatera Utara), Angkola Sipirok (Sumatera
Utara), Manggarai Timur (Nusa Tenggara Timur), Kubu Raya (Kalimantan
Barat), Pesawaran (Lampung), Kota Serang (Banten), dan Kota Tual
(Maluku).
Apakah pembentukan
Kabupaten Tana Tidung ini, nantinya akan dijadikan modal untuk
pembentukan provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), belum ada yang dapat
mengetahuinya. Yang pasti adalah bahwa dengan dibentuknya Tana Tidung
sebagai kabupaten, kita harapkan pelayanan kepada masyarakat lebih cepat
dan optimal sebagaimana yang disampaikan oleh Bupati Kabupaten Bulungan
sebagai kabupaten induk dari Tana Tidung.
Layaknya daerah yang baru
lahir, Tana Tidung penuh kekurangan terutama minimnya sarana
infrastruktur seperti jalan dan bangunan. Makanya jangan heran, daerah
yang mayoritas penduduknya suku Tidung ini, sampai kini belum memiliki
jalan aspal. Bukan hanya jalan, listrik di Tana Tidung juga dibatasi
cuma 12 jam tiap hari. Bahkan ada ibukota kecamatan yang tak terjangkau
listrik PLN sama sekali. Air bersih pun hanya menjangkau 30 persen dari
populasi penduduk. Penduduk Kabupaten Tana Tidung yang jumlahnya tak
lebih dari 12.000 orang dan tersebar di 3 kecamatan bekas wilayah
Bulungan yakni Sesayap, Sesayap Ilir, dan Tana Lia dengan luas wilayah
sekitar 4.828 km2. Dari luas wilayah tersebut lebih dari 70 persen
daerah yang memiliki ibukota Tideng Pale ini adalah hutan.
Dengan dilepasnya 3
kecamatan itu maka secara tak langsung tanggung jawab Bulungan lebih
ringan karena hanya mengurus 10 kecamatan. Potensi sumber daya alam yang
cukup melimpahlah, yang menjadi alasan utama kenapa Bulungan
menyerahkan 3 kecamatan yang jaraknya jauh tersebut. Ada beberapa
potensi yang bisa jadi modal membangun Tana Tidung. Mulai dari lahan
efektif budidaya untuk pertanian, perikanan, hutan, dan perkebunan yang
mencapai 1.448,56 km2. Batu bara di Sesayap dan Sesayap Ilir, minyak dan
gas bumi tengah dieksplorasi oleh Medco di daerah Tana Lia dan Sesayap
Ilir.
Sisi lain yang harus
diperhatikan pemerintah pusat, pembentukan daerah baru di utara Kaltim
sebenarnya baik bagi keamanan dan persatuan wilayah Indonesia.
Alasannya, Tana Tidung tergolong daerah perbatasan. Dengan adanya daerah
baru, keutuhan NKRI di perbatasan bisa terus dijaga. Untuk itu, Pemkab
Bulungan telah memutuskan akan memberi suntikan dana Rp 5 miliar per
tahun selama 2 tahun bagi pemerintah Tana Tidung. Selain itu, sekitar 75
hingga 100 pegawai asal Pemkab Bulungan diharapkan bisa mendukung roda
pemerintahan kabupaten baru ini.
Akselerasi Penguatan Ekonomi Rakyat – Sebuah Harapan
Salah satu hal utama
dalam Undang-Undang Otonomi Daerah adalah bahwa bobot perekonomian
daerah diberikan kepada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota dan
bukan kepada kepala pemerintah propinsi. Hal tersebut dimaksudkan agar
pelayanan dan perlindungan kepada rakyat dapat secara cepat diberikan.
Namun hal yang kiranya perlu diantisipasi adalah bahwa tidak semua
kabupaten dan kota memiliki potensi ekonomi dan sosial yang sama. Hal
demikian sudah barang tentu akan berdampak pada kinerja pemerintah
daerah otonom tersebut dalam memberikan pelayanan dan perlindungan
kepada warga masyarakat di lingkungan wilayahnya.
Secara konseptual dari aspek ekonomi,
kebijakan pembentukan daerah otonom baru (Kabupaten Tana Tidung) yang
bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan
bagi daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya.
Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
Sehingga melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat secara mandiri, daerah akan berupaya untuk
meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan
kemampuan. Oleh sebab itu kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah
diharapkan dapat dimaksimalkan oleh Pemkab Tana Tidung dalam memberikan
pelayanan maksimal kepada para stakeholders di daerah, baik lokal,
nasional, regional maupun global.
Penutup
Sebagai penutup sekaligus
merefleksikan tulisan ini, patut kita ketahui bahwa daerah otonom baru
sebagai hasil pemekaran yang telah disetujui oleh DPR dan pemerintah
pusat hingga saat ini berjumlah 150 kabupaten dan kota. Akan tetapi
ironisnya hanya 30 persen dari total daerah otonom baru (45 daerah) yang
sudah mampu dan mandiri serta melepaskan ketergantungan dari kabupaten
induk. Bahkan ada daerah pemekaran baru yang malah ingin bergabung lagi
dengan kabupaten induk.
Hal itu sangat tidak sesuai dengan harapan dan tujuan dari pemekaran
wilayah. Karena itu, potensi ekonomi harus digarap secara optimal agar
mampu memandirikan daerah otonom baru, menyerap tenaga kerja dan
mengurangi kemiskinan. Hal itu diharapkan juga dilakukan di Kabupaten
Tana Tidung yang baru dibentuk pada tahun 2007 ini. Untuk meningkatkan
pembangunan daerah agar daerah otonom baru berkembang, diharapkan Pemda
dan DPRD memperbanyak belanja publik dibanding belanja untuk kebutuhan
pemerintah. Untuk itu, penyerapan APBN dan APBD harus ditingkatkan.
Karena sebagaimana telah menjadi rahasia publik diduga Rp120 triliun
dana Pemda yang ada di Indonesia ada dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Dan ini menjadi keprihatinan kita bersama, karena
mestinya dana APBD dan APBN diserap sebanyak-banyaknya untuk
pembangunan.
Memang masih banyak pemerintah
daerah yang tampaknya belum siap dengan kemandirian. Instrumen-instrumen
baru, sebagai konsekuenasi logis dari pemberlakuan otonomi, baru
sebatas didiskusikan. Daerah masih kesulitan untuk menyusun Peraturan
Daerah (Perda), bahkan ada ribuan produk peraturan daerah yang telah
dikeluarkan ternyata dicabut kembali oleh pemerintah pusat karena
bermasalah. Jika pemerintah daerah sendiri pun belum siap, bagaimana
masyarakatnya, kalangan bisnisnya, DPRD-nya, LSM-nya, dan sebagainya.
Bukankah dalam membangun masa depan daerah yang otonom, segenap
instrumen tersebut harus siap? Agaknya perlu pengkajian yang lebih dalam
untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun yang pasti, pertanyaan itu
bukan untuk mematahkan semangat daerah utamanya yang baru saja
terbentuk, tetapi sekedar sentilan agar daerah lebih realistis dan tidak
selalu mendefinisikan otonomi daerah sebagai pembentukan daerah-daerah
baru.
Sumber: tanatidung.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar